Ibadah yang Disarankan di Bulan Rajab. Bulan Rajab adalah bulan ketujuh dalam hierarki bulan-bulan dalam tradisi Arab – Islam, yaitu bulan yang berada pada deret sebelum masuk bulan Sya’ban dan setelah bulan Jumada at-Tsaniyah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Rajab terdiri dari tiga huruf akronim yaitu Ra dari kalimah rahmatullah atau rahmat Allah, Jim dari kalimah jinayatul ‘abd atau kesalahan hamba Allah, dan Ba dari kalimah birullah atau kebijakan Allah.
Bulan tersebut dinamakan bulan Rajab karena bangsa Arab pada masa lalu, ‘yarjibuuna’ atau melepaskan mata pisau dari tombaknya. Tindakan itu adalah sebuah aksi yang menjadi simbol pengharaman untuk melakukan peperangan selama bulan tersebut. Umat Islam juga meyakini bahwa bulan Rajab adalah salah satu bulan yang amat istimewa. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk memuliakan bulan ini dengan berbagai amalan baik.
Baca: Adab ke Kamar Mandi Setelah Bangun Tidur
Kemuliaan dan Keistimewaan
Ibadah yang Disarankan di Bulan Rajab. Rajab dalam tradisi Arab bahkan disebut juga dengan berbagai nama yang sebutannya hingga 14, yaitu Syahrullah (bulan Allah), Rajab, Rajab Mudhar, Mansal Al-Asna’, Al-Asam, Al-Asab, Manfas, Muthahhar, Ma’ali, Muqeem, Hurum, Maqqash, Mubari’, Fard, dan lainnya.
Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menjelaskan bahwa bulan paling utama setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasul-Nya, dimana bulan paling utama ialah Muharram, Rajab, Dzulhijah, Dzulqa’dah, dan Sya’ban. Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk tidak menghinakan dan menzalimi diri mereka sendiri di empat bulan haram (suci) yang salah satunya adalah Rajab.
Menurut lembar sejarah, bulan yang lazim disebut Rajab ini sungguh sangat dimuliakan oleh kaum Arab pada umumnya dengan ritual penyembelihan seekor anak unta dengan syarat yang pertama lahir dari induknya. Mereka dahulu juga biasa menyembelih binatang sembelihan yang dinamakan al-Athirah, yaitu kambing yang disembelih sebagai persembahan bagi berhala-berhala mereka, sedangkan darahnya dituangkan di atas kepala berhala itu.
Kemudian datangnya Islam membatalkan perbuatan itu berdasarkan riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim: “tidak ada Fara’ (anak pertama dari unta atau kambing) yang disembelih sebagai persembahan bagi berhala dan ‘Athirah (hewan yang disembelih pada sepuluh hari pertama dari bulan Rajab sebagai persembahan bagi berhala, juga dikenal dengan Rajabiyah)”.
Memperbanyak Amal Kebaikan, termasuk Puasa
Pada bulan Rajab ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan dan ketaatan. Salah satunya adalah memperbanyak ibadah puasa. Kita disunahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab seperti halnya juga disunahkan untuk memperbanyak puasa pada tiga bulan haram yang lain, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Memang tidak ada hadits shahih yang secara khusus eksplisit menyatakan kesunahan akan puasa Rajab. Namun di sisi lain juga tidak ada larangan secara khusus untuk berpuasa pada bulan Rajab. Para ulama mengatakan bahwa dalil-dalil umum mengenai anjuran berpuasa setahun penuh kecuali pada lima hari yang diharamkan, cukup dijadikan dalil atas kesunahan puasa Rajab.
Baca: Keutamaan Menghadairi Majelis Ilmu Para Ulama
Kesunahan puasa Rajab juga dapat diambil dari dalil-dalil umum mengenai dianjurkannya berpuasa pada empat bulan haram. Disebutkan dalam Shahih Muslim, hadits no. 1960 sebagai berikut.
عن عُثْمَانَ بْنِ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ
Artinhya: “Dari Utsman bin Hakim al-Anshari bahwa ia berkata: Saya bertanya kepada sahabat Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas Radliyallahu ‘Anhuma berkata: Dulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.”
Imam al-Nawawi dalam kitab Syarh Shahih Muslim memberikan komentar atas hadits di atas dengan mengatakan: “Zahirnya, yang dimaksud sahabat Sa’id bin Jubair dengan pengambilan hadits ini sebagai dalil adalah bahwa tidak ada nash yang menyatakan sunnah ataupun melarang secara khusus terkait puasa Rajab. Karenanya, ia masuk dalam hukum puasa pada bulan-bulan yang lain. Tidak ada satu pun hadits tsabit terkait puasa Rajab, baik anjuran maupun larangan. Akan tetapi, hukum asal puasa adalah disunahkan. Dalam Sunan Abi Dawud bahwa Rasulullah menyatakan kesunahan puasa pada bulan-balan haram (al-asyhur al-hurum, 4 bulan yang dimuliakan), dan Rajab adalah salah satunya”.
Komentar Ibnu Hajar al-Haitami
Sedangkan Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra menyatakan bahwa meskipun hadits-hadits mengenai keutamaan puasa Rajab tidak ada yang shahih, tapi bukan berarti semuanya palsu. Menurutnya, di antara hadits tersebut ada yang tidak palsu, melainkan berstatus dha’if dan boleh diamalkan dalam fadla’ilul a’mal (menjelaskan tentang keutamaan amal-amal kebaikan).
Terlepas dari kontroversi dan kontradiksi hadits-hadits akan kesunahan puasa Rajab, akan lebih baik bila kita melaksanakan bila memang meyakini dan mampu. Lebih dari itu, masih banyak amalan-amaln lain yang dapat dilakukan untuk mendulang kebaikan di bulan Rajab ini. Sebut saja misalnya memperbanyak dzikir – shalat malam, memperbanyak tilawah al-Qur’an sampai dengan merutinkan sedekah kepada mereka yang membutuhkan.