Bolehkah Aqiqah dan Qurban Digabungkan?. Akikah dan kurban merupakan salah satu ibadah sebagai wujud dari rasa syukur kepada Allah SWT. Bagaimana hukum melaksanakan akikah dan kurban dalam Islam?
Akikah dan kurban merupakan ibadah yang berdiri sendiri namun serupa, karena sama-sama menyembelih hewan ternak. Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu mengatakan, secara etimologis akikah artinya rambut di kepala bayi yang baru lahir, sedangkan menurut istilah akikah adalah penyembelihan hewan yang dilakukan karena kelahiran anak dan dilakukan pada hari ketujuh kelahirannya.
Sementara itu, secara etimologis kurban adalah sebutan bagi hewan yang dikurbankan atau disembelih pada Hari Raya Idul Adha. Ibadah ini dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Baca: Ketentuan Fidyah dalam Islam
Perspektif Fiqih
Bolehkah Aqiqah dan Qurban Digabungkan?. Dalam Kitab Fikih-nya, Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa hukum melaksanakan akikah adalah sunnah bagi pihak-pihak yang wajib menafkahi anak tersebut. Sementara itu, ulama mazhab Hanafi menyatakan bahwa akikah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan).
Lebih lanjut, jumhur ulama sepakat bahwa hukum akikah tidak sampai wajib, namun hukum melaksanakan akikah akan menjadi wajib apabila dinazarkan sebelumnya. Pada buku Qur’an & Answer yang disusun oleh Dewan Pakar dan Pusat Studi Al-Qur’an dijelaskan, Mazhab Hanafi berpendapat bahwa penyembelihan hewan untuk akikah itu sebaiknya dilakukan tepat pada hari ketujuh.
Pada dasarnya tidak ada larangan khusus untuk melaksanakannya baik itu sebelum maupun sesudah hari ketujuh dari kelahirannya, asalkan anak tersebut belum baligh. Ini merupakan pendapat Mazhab Syafi’i, Hanafi, dan Maliki.
Baca: Idul Adha Sebagai Bentuk Syukur Kepada Allah SWT
Apakah Bisa Digabungkan?
Bolehkah Aqiqah dan Qurban Digabungkan?. Pendapat dari Imam Syafi’i (Mazhab Syafi’i), Imam Malik (Mazhab Maliki), dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad mengatakan tidak boleh digabung. Alasannya, karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda dan sebab yang berbeda pula. Tujuan kurban adalah tebusan untuk diri sendiri, sedangkan aqiqah adalah tebusan untuk anak yang lahir. Jika keduanya digabung, tujuannya tentu akan menjadi tidak jelas.
Ini ditegaskan dalam Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah yang menyebutkan, “Aqiqah dilaksanakan untuk mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, sedangkan kurban mensyukuri nikmat hidup dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha).”
Bahkan salah seorang ulama Syafi’iyah, al- Haitami, menegaskan, seandainya seseorang berniat satu kambing untuk kurban dan aqiqah sekaligus, keduanya sama-sama tidak dianggap,“Inilah yang lebih tepat karena maksud dari kurban dan aqiqah itu berbeda,” Tulis Al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj.
Dalil pendapat ini antara lain, bahwa aqiqah dan kurban adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya tidak bisa digabungkan. Di samping itu, masing-masing memiliki sebab yang berbeda. Sehingga tidak bisa saling menggantikan.
Al-Haitami mengatakan, “Dzahir pendapat ulama Syafi’iyah bahwa jika seseorang meniatkan satu kambing untuk kurban sekaligus aqiqah maka tidak bisa mendapatkan salah satunya. Dan inilah yang lebih kuat. Karena masing-masing merupakan ibadah tersendiri.” (Tuhfatul Muhtaj, 9/371).
Selanjutnya Imam Al-Hathab mengatakan, “Guru kami, Abu Bakr al-Fihri mengatakan, ‘Jika ada orang yang menyembelih hewan kurbannya dengan niat kurban dan aqiqah maka tidak sah. Tapi jika dengan niat kurban dan untuk hidangan walimah hukumnya sah. Bedanya, tujuan kurban dan aqiqah adalah mengalirkan darah (bukan semata dagingnya). Sementara dua tujuan mengalirkan darah, tidak bisa diwakilkan dengan satu binatang. Sedangkan tujuan utama daging walimah adalah untuk makanan, dan tidak bertabrakan dengan maksud kurban yaitu mengalirkan darah, sehingga mungkin untuk digabungkan.” (Mawahibul Jalil, 3/259).